Benda Misterius Meledak di Angkasa Tigaraksa
Minggu, 19 Desember 2004 | 11:36 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Benda yang masih misterius meledak di atas angkasa Desa Jinjing, Kecamatan Tigaraksa, Tangerang. “Kami mendapat laporan warga, di Desa Jinjing ada ledakan di angkasa,” kata Kepala Kepolisian Sektor Tigarasksa, Ajun Komisaris Polisi Purwadi kepada Tempo, Minggu (19/12) pagi.
“Ledakannya kuat sekitar pukul 07.30,” kata Purwadi. Meski terdengar ledakan, namun setelah ditelusuri hingga siang ini polisi belum menemukan adanya tanda-tanda serpihan bekas ledakan. Sementara ini pihaknya baru mengidentifiaksi ledakan terjadi di udara, “Namun tidak sampai ke tanah,” ujarnya. “Sedang kami telusuri,” kata Purwadi.
Suara ledakan keras juga didengar warga Desa Tegal Sari dan Desa Pete. “Bunyi ledakan seeperti dentuman meriam,” kata Ny. Iyok, warga Desa Tegalsari. Ketia terdengar ledakan, dia sedang mencuci pakaian. “Tapi setelah dicar-cari, nggak ada bekas ledakan,” kata Iyok.
Sebelumnya, sejumlah warga di bilangan Jabodetabek melaporkan melihat benda bersinar kebiruan seukuran bola tenis meluncur dari luar angkasa lantas meledak dengan suara cukup keras sekitar pukul 07.30. Lokasinya secara sporadis, seeprti di Cileduk, Pondok Pinang, Ciracas, Cibubur, Depok, Bogor, Leuwiliang, Maja Lebak, Jatiwaringin dan Pekayon Bekasi.
Joniansyah-Tempo
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/23/cakrawala/utama01.htm
Pikiran Rakyat, Kamis, 23 Desember 2004
Misteri Meteor dan Ledakan di Atas Jakarta
PADA suatu pagi yang cerah, Ahad (19/12), beberapa warga di kawasan Jakarta,
Bogor, Tangerang dan Serang dikejutkan dengan melintasnya benda langit yang
cukup terang. Sekira 20 orang menyaksikan fenomena yang berlangsung singkat
itu. Sebuah radio swasta di Jakarta sempat mewawancarai beberapa saksi mata.
Tampaknya pandangan manusia ke arah horizon barat yang cerah dan kebanyakan
manusia ingin menghirup kecerahan cuaca pagi pada hari libur menyebabkan
banyak yang berkesempatan menyaksikan pemandangan langit pagi di sekitarnya.
Penuturan Bowo selain menyaksikan fenomena itu di Cirakas juga mendengar
ledakan sebanyak dua kali mengiringi fenomena tersebut. Lantas Sujianto saat
berada di kebun di Depok melihat sebuah benda putih seukuran bola tenis
dengan ekor melesat dari arah timur ke barat, namun ia tidak mendengar suara
ledakan.
Berita adanya ledakan di atas Kota Jakarta dan sekitarnya pada masa sekarang
sangat sensitif bagi warga Jakarta sebagai Ibu Kota Negara RI. Secara tak
sadar peristiwa ledakan cepat terkait dengan aksi teror. Pemburu berita dan
informasi tak pelak mencari konfirmasi ke beberapa instansi pemerintah,
puluhan penelefon ke kompleks Observatorium Bosscha berlangsung dalam tempo
sejam setelah peristiwa itu berlalu. Keingintahuan ada apa dengan Jakarta
sangat kuat. Berbagai pertanyaan diajukan, di antaranya ada apa dengan
ledakan pagi hari di atas kota Jakarta? Apakah fenomena itu membahayakan
bagi manusia? Kepanikan sejenak berlangsung, adakah meteor jatuh di Jakarta
?
Petugas bandar udara (bandara) Soekarno-Hatta (Kapolsus Bandara dan Direktur
Operasional Teknik PT Angkasa Pura II) kebetulan tidak menyaksikan fenomena
tersebut, begitu pula tidak mendengar suara ledakan. Polisi juga menerima
laporan tentang adanya ledakan dan memeriksa, apakah ada ledakan di wilayah
tugasnya, di jalan tol dan sebagainya, tapi tak menemukannya.
Belum atau tidak ada laporan warga yang menemukan serpihan batu meteor
(meteorite) dari kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Bila
ada batu meteorite yang relatif besar tersebut masih panas dan bila menimpa
atap suaranya akan sangat keras dan mengejutkan. Apabila menimpa manusia
bisa melukai hingga mematikan. Namun hingga saat ini tidak terdengar ada
laporan dari peristiwa tersebut.
**
APA sebenarnya benda angkasa yang disaksikan masyarakat di sekitar Jabotabek
tersebut? Beberapa informasi yang sempat didengar penulis:
1. Objek di langit dengan ukuran sebesar bola tenis, bukan sosok sebuah
pesawat terbang.
2. Objek berwarna putih dan ada ekor (mungkin tidak terlalu panjang).
3. Pengamatan berlangsung pada sekira pukul 7.30 WIB.
4. Bergerak dari arah timur ke barat.
5. Ada ledakan setelah benda itu lewat (tidak ada penjelasan berapa lama
ledakan berlangsung dari penampakan benda langit tersebut, beberapa menit,
beberapa detik dan seterusnya).
Fenomena langit itu disaksikan sekira 20 orang yang melaporkan (melalui
sebuah siaran radio swasta di Jakarta) melihat kejadian tersebut. Dilihat
dari banyaknya pelapor, kemungkinan besar fenomena langit itu termasuk
spektakuler dan jarang terjadi, menarik perhatian kebanyakan orang, dalam
lokasi langit yang cerah dan mudah disaksikan manusia. Fenomena itu
disaksikan saat langit terang dan sudah dihangati Matahari.
Pagi yang agak cerah tampaknya sebagian orang memulai aktivitas santai hari
Ahad. Fenomena yang berlalu begitu cepat tidak mudah didiskripsikan dengan
rinci oleh pengamat. Juga tidak memberi kesempatan untuk memberitahu ke
rekan lainnya untuk menyaksikan fenomena tersebut. Bahkan petugas Bandara
Soekarno-Hatta yang diharapkan berpeluang besar bisa mengonfirmasi fenomena
langit itu ternyata tidak sempat menyaksikannya.
Kemungkinan benda itu adalah sampah satelit atau sampah antariksa lainnya,
atau mungkin sebuah rudal udara ke darat atau fenomena meteor? Bila objek
tersebut merupakan serpihan sampah satelit, gerakannya kemungkinan lebih
lambat dan lebih lama menyala, mempunyai ukuran lebih kecil, dan kemungkinan
tidak menampakkan ekor. Wajar bila kemungkinan benda langit yang berkelebat
cepat itu merupakan sampah satelit bisa dikesampingkan. Begitu pula fenomena
kemungkinan sebuah rudal udara ke darat, juga bisa dikesampingkan, karena
radar angkatan udara tidak mendeteksi adanya wahana peluncur rudal maupun
rudal, dan tidak ada bagian yang rusak karena sasaran rudal.
**
FENOMENA yang berlangsung sangat cepat mempunyai ciri fenomena meteor.
Umumnya berlangsung dalam tempo 1 sampai 3 detik. Meteor biasanya mempunyai
ekor. Ekor meteor merupakan jejak yang ditinggalkan akibat zat yang mudah
menguap tertinggal akibat panasnya, dan berakhir ketika seluruh batu
meteoroid melebur dan menguap menjadi gas karena panas yang sangat tinggi.
Terlihat sebagai kepala meteor yang cukup besar, dibanding dengan ekornya.
Meteor merupakan fenomena masuknya meteoroid (batu ruang angkasa berukuran
mikrometer hingga beberapa meter hingga berukuran besar kurang dari 1 km di
sekitar Bumi). Walaupun setiap hari sekira 100 ton material meteoroid
memasuki angkasa Bumi, namun ukurannya sebesar debu sampai sebutir pasir.
Peristiwa meteor oleh debu dan pasir praktis tidak menakutkan manusia.
Umumnya fenomena meteor yang ditimbulkannya hanya tampak pada malam hari
yang cerah tanpa cahaya Bulan. Namun beberapa asteroid yang berdiameter 1.5
km dapat menabrak Bumi dalam kurun waktu sekali dalam seratus atau seribu
tahun. Lebih dari 150 kawah berdiameter 200 km bekas tabrakan dengan
asteroid diidentifikasi di planet Bumi.
Asteroid dalam tatasurya yang relatif bisa dekat dan berpotensi menabrak
Bumi dan berukuran lebih besar 1 km kemungkinan akan terdeteksi dan
diidentifikasi elemen orbitnya misalnya melalui teropong LINIEAR (Lincoln
Near-Earth Asteroid Research), Spacewatch, LONEOS (Lowell Observatory
Near-Earth Object Search), JSGA (Japanese Space Guard Association), CSS
(Catalina Sky Survey), NEAT (Near Earth Asteroid Tracking) dan lainnya.
Objek-objek dengan radius 1 km tersebut mempunyai skala terang di batas
ambang toleransi kecerlangan langit ideal yaitu V = 23, sukar dicapai dengan
kondisi langit di atas Observatorium Bosscha yang beberapa puluh kali lebih
terang akibat polusi cahaya. Setiap tahun sekira 50 objek seukuran lebih
dari 1 km menghampiri Bumi. Jalur orbit Bumi mengelilingi Matahari pada
jarak 7.5 juta km atau sekira 1/7 kali jarak Bumi-Mars yang paling dekat
seperti yang dicapai pada oposisi Mars 29 Agustus 2003 yang lalu. Sekira 300
objek diketahui menghampiri Bumi pada jarak tersebut dan perlu diwaspadai,
karena gangguan orbit bisa melempar objek itu hingga bertabrakan dengan
planet Bumi.
Bagaimana dengan objek yang lebih kecil dari 1 km? Belum banyak pengetahuan
manusia tentang objek tersebut dan tentu saja bila ada objek berdiameter
besar walaupun kurang dari 1 km, kemudian menyelinap dan memasuki angkasa
Bumi, meteor besar dengan ledakannya akan membuat kepanikan manusia.
Selain itu situs IMO (International Meteor Organization) memberi informasi
tentang meteor yang periodik atau daerah langit yang sedang aktif, artinya
banyak fenomena meteor, masuknya meteoroid ke Bumi. Laporan meteor sporadik
dan fireball sangat sedikit, fenomena angkasa Bumi yang sangat eksklusif.
Ukuran di langit sebesar bola tenis (sekira sepertiga diameter sudut
bundaran bulan purnama) memberi petunjuk, yaitu ukuran gas plasma yang
terbentuk oleh meteor mempunyai ukuran diameter sekira 1 km. Meteoroid padat
berukuran jauh lebih kecil bisa jadi berdiameter 10 hingga 100 kali lebih
kecil. Umumnya ketika energi kinetik meteoroid berubah jadi panas melalui
gesekan. Bila panas sudah mencapai titik lebur maka secara tiba-tiba seluruh
meteoroid berubah menjadi gas. Tapi bila ada sebagian yang belum terbakar
menjadi gas, material itu akan melanjutkan perjalanan biasanya hanya
berselang beberapa detik, kemudian sisa material itu juga akan habis menjadi
gas. Gas meteor tersebut selama ini tidak membahayakan penghuni planet Bumi.
**
PENAMPAKAN pada pagi hari memberi informasi, meteor tersebut merupakan
meteor yang terang. Dalam klasifikasi meteor astronomi meteor itu disebut
dengan fireball atau bolide. Pengamatan meteor pagi sangat sukar direkam,
karena kesiapan manusia hanya mengandalkan mata dan telinga atas peristiwa
yang terjadi sekejap. Meteor radar hanya mengkonfirmasi adanya meteor dan
aktivitas meteor periodik, namun tak bisa memberi tahu adanya meteor
sporadik.
Kemampuan mendiskripsikan dan membuat sketsa akan sangat membantu untuk
menyingkap dengan lebih jelas tentang peristiwa tersebut. Seperti halnya
jatuhnya meteorite Ochansk di Rusia pada tanggal 30 Agustus 1887 atau
meteorite Sikhote-Alin yang jatuh di utara Wladiwostok, Siberia pada 12
Februari 1947 sempat diabadikan dalam bentuk sketsa pemandangan fireball dan
horizon.
Ledakan yang dilaporkan itu memberi dugaan kuat, meteor tersebut merupakan
fireball (bola api) atau bolide. Sebagian pengamat lainnya tidak mendengar
ledakan tersebut, sehingga timbul kecurigaan antara ledakan dengan fenomena
bolide apakah ada keterkaitannya? Adanya ledakan mengingatkan peristiwa di
Tunguska di Siberia pada tanggal 30 Juni 1908. Sebuah meteor pagi hari
seukuran bundaran Matahari melintas dari selatan utara dengan disertai
ledakan yang sangat dahsyat. Meteor itu merebahkan pohon-pohon dalam radius
65 km.
Bila ledakan di atas Jakarta dianggap ada, maka kemungkinan ledakan berasal
dari meteor. Mungkin berasal dari mekanisme gelombang tekanan udara yang
ditimbulkan meteoroid yang bergerak cepat. Mungkin juga panas yang sangat
tinggi bisa membuat tekanan gas yang terkungkung dalam material meteoroid
mempunyai tekanan yang sangat tinggi dalam tempo yang sangat singkat, dan
bila tekanan tersebut melebihi ikatan material maka akan terjadi letupan
besar. ***
Dr. Moedji Raharto,
Staf Akademik Observatorium Bosscha. Departemen Astronomi FMIPA ITB.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0412/20/utama/1447865.htm
Kompas, Senin, 20 Desember 2004
Benda Langit seperti Meteor Melintasi Jakarta
Jakarta, Kompas – Masyarakat di Jakarta, Tangerang, Bogor, dan sekitarnya,
Minggu (19/12) pagi, dihebohkan oleh melintasnya benda langit sebesar bola
tenis yang amat terang. Benda berekor yang disaksikan bergerak dari timur ke
barat pada pukul 07.30 itu, sementara ini, disimpulkan Dr Moedji Raharto,
Kepala Observatorium Bosscha, sebagai meteor.
Ditambah dengan kenyataan bahwa benda sangat terang di pagi hari yang
kasatmata hanyalah Bulan purnama dan Venus, maka Moedji menyingkirkan
kemungkinan bahwa benda langit itu adalah sampah roket atau satelit. Apalagi
beberapa saksi mengatakan mereka mendengar bunyi ledakan.
Meteor adalah benda padat alam dari antariksa yang terbakar saat masuk ke
atmosfer Bumi, melahirkan istilah bintang jatuh. Jika meteor tidak habis
terbakar, sisanya yang jatuh ke Bumi disebut meteorit.
Menurut Moedji, saat dihubungi kemarin, apa yang bisa disaksikan langsung
itu sebenarnya berada sekitar 100 kilometer di atas permukaan Bumi. Ia
menduga meteor sudah terbakar habis saat bergesekan dengan atmosfer Bumi.
Dugaan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa hingga Minggu petang belum ada
laporan penduduk dari tiga wilayah di atas tentang jatuhnya suatu benda
asing, seperti yang disampaikan Drs Suratno, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains
Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), secara
terpisah.
Dr Adi Sadewo Salatun, Deputi Kepala Bidang Sains Pengkajian dan Informasi
Kedirgantaraan Lapan, menambahkan, obyek yang masuk lapisan atmosfer bisa
mencapai 8 kilometer per detik. Gesekan dengan udara membuat benda itu
terbakar pada suhu 2.000-3.000 derajat Celsius.
“Panas juga membuat udara di sekitarnya terionisasi sehingga membentuk
lintasan yang dari Bumi tampak seperti ekor meteor,” papar Drs Hendro
Setyanto, asisten Riset Observatorium Bosscha-Departemen Astronomi Institut
Teknologi Bandung (ITB).
Menurut Dr Thomas Djamaluddin, peneliti antariksa Lapan, obyek yang jatuh
itu-kalau ada-dapat dipastikan dari laporan masyarakat asalkan mereka
mencatat waktu saat melihat bola api itu. Dari informasi masyarakat juga
dapat dihitung orbit dan ditelusuri obyek apa yang jatuh. “Saya kini masih
memantau lewat mailing list pengamat antariksa dunia,” ujarnya.
Bisa bukan meteor
Djamaluddin menambahkan, memang ada kemungkinan lain bahwa benda langit yang
terang bisa berupa pecahan roket pendorong atau satelit yang telah habis
masa operasinya. Obyek itu juga bisa menimbulkan ledakan ketika masuk ke
atmosfer di ketinggian 120 kilometer karena bertumbukan dan bergesekan
dengan lapisan udara.
Adi Sadewo mengingatkan, yang perlu diwaspadai justru jatuhnya sampah-sampah
akibat aktivitas manusia di antariksa. Hingga tahun ini, menurut data dari
Nomad Amerika Serikat (AS), terdapat sekitar 9.400 sampah plus debu
antariksa yang bisa mengganggu penerbangan wahana antariksa. Misalnya,
membentur jendela atau melubangi bagian panel sel surya.
Selain itu, sampah angkasa mengancam penduduk Bumi. Selongsong roket milik
Rusia, misalnya, pernah jatuh di Palembang dan Gorontalo beberapa tahun
lalu.
Ancaman kejatuhan bekas satelit-baik yang beredar di orbit rendah maupun
tinggi- juga tak terelakkan karena usia satelit yang terbatas. Mir, wahana
antariksa milik Rusia seberat 134 ton, juga pernah jatuh. Ketika sampai ke
muka Bumi, beratnya diperkirakan masih 40 ton. Wahana yang memiliki sistem
kendali itu akhirnya jatuh di Samudra Pasifik, meski sebelumnya sempat
melintasi wilayah Indonesia.
Ancaman itu masih ditambah dengan risiko terpapar radiasi bahan bakar nuklir
yang dipakai. “Satelit Cosmos milik Rusia yang berada di atas Kanada,
misalnya, menggunakan generator nuklir,” papar Adi.
Namun, dengan teknologi sebenarnya, ancaman bisa diminimalkan. Kemungkinan
jatuhnya satelit Palapa, umpamanya, bisa diantisipasi dengan menggeser
satelit keluar dari cincin geostasioner setelah habis masa operasinya.
Jatuhnya sampah yang merupakan bagian bekas satelit atau roket terakhir
terjadi 15 Desember 2004 lalu, yang teridentifikasi milik Rusia. Sedangkan
bekas satelit AS diperkirakan jatuh 22 Desember 2004.
Meteor jarang jatuh
Kejadian jatuhnya meteor sebenarnya sangat jarang, kemungkinannya beberapa
tahun sekali di suatu wilayah dan tidak mudah terdeteksi. “Itu karena
umumnya ukuran meteornya kecil, paling besar sebola tenis sehingga baru
terlihat setelah masuk atmosfer sebagai bola api,” urai Adi.
Salah satu kejadian terbesar jatuhnya meteor adalah di Tunguska, Siberia,
tahun 1908. Dampaknya telah menghanguskan areal hutan di daerah itu. Saat
mendekati atmosfer, meteor tersebut memang terdeteksi berukuran cukup besar
hingga beberapa kilometer persegi.
Menurut Hendro Setyanto, pertengahan Desember sebenarnya ada hujan meteor
yang seperti datang dari rasi Gemini sehingga disebut Geminid. Sayang, hujan
meteor ini hanya terlihat di kawasan Eropa dan Amerika. “Bisa jadi yang
terlihat adalah sisa dari Geminid. Namun, ini baru bisa dipastikan bila ada
laporan asal dan arah meteor,” katanya.
Hendro menambahkan bahwa manusia biasanya memandang kemunculan meteor ini
sebagai pertanda positif, tidak seperti komet yang dianggap negatif. “Orang
Jawa menyebutnya sebagai ndaru,” ujarnya.
Di dunia sudah ada patroli antariksa untuk memantau obyek yang orbitnya
dekat dengan Bumi. Tahun 1994, misalnya, satelit pengamat AS mendeteksi bola
api di atas Pulau Banda. Namun, belum ada konfirmasi tentang kehadiran benda
langit di atas Jakarta ini. (yun/nes)