http://rovicky.wordpress.com/2006/08/15/kilatan-cahaya-di-parangtritis-meteor/

MISTERI KILATAN CAHAYA DI LANGIT YOGYA

Muh. Ma’rufin Sudibyo

Pada hari Rabu, 26 Juli 2006 pukul 19 : 30 WIB, sebagian penduduk Yogya dan Bantul dikejutkan dengan fenomena misterius munculnya kilatan cahaya terang
yang bergerak cepat. Tak lama kemudian terdengar dua kali suara dentuman. Kilatan cahaya terang muncul dari arah timur menuju ke barat dan meninggalkan jejak asap panjang kebiruan yang lambat laun menghilang setelah dua menit. Berbagai pendapat sempat mengemuka. Ada yang menganggapnya sebagai pertanda bakal terjadinya bencana (baru). Ada pula yang menganggapnya sebagai pesan dari penguasa laut selatan. Bahkan ada juga yang menganggapnya sebagai sisa-sisa pesawat antariksa yang sedang jatuh ke Bumi.

Sejumlah astronom amatir kota Yogyakarta yang terhimpun dalam Jogja Astro Club (JAC) juga sempat mengamati fenomena ini saat menyelenggarakan acara stargazing (observasi langit malam) di pantai Parangkusumo, setelah sore harinya berupaya mengamati kemunculan hilal (bulan sabit) sebagai tanda pergantian Bulan dalam sistem kalender qomariyah.
Kilatan cahaya itu dilaporkan melintasi titik zenith Parangkusumo dan demikian cemerlang sehingga kawasan pantai yang semula gelap gulita mendadak jadi terang
benderang. Kilatan cahaya yang sama juga dilaporkan teramati di tempat yang berjarak 40 km dari lokasi observasi JAC.

Fireball

Kilatan cahaya, jejak asap kebiruan dan suara dentuman adalah ciri khas munculnya meteor cemerlang atau fireball, akibat masuknya meteoroid besar ke dalam atmosfer. Jika pada umumnya meteor terlihat sebagai kilatan cahaya redup dengan kecemerlangan (magnitude) tidak melebihi terangnya bintang-bintang disekitarnya,
maka fireball memiliki kecemerlangan cukup besar sehingga melebihi terangnya planet Venus, benda langit paling cemerlang setelah Matahari dan Bulan purnama.
Menurut American Meteor Society (2004) sebuah meteor bisa disebut fireball jika memiliki kecemerlangan minimal – 4, yang akan muncul sekali tiap 20 jam (rata-rata).

Badan Ruang Angkasa AS (NASA) mengestimasikan setiap hari tak kurang dari 30.000 ton meteoroid di angkasa ditarik paksa masuk ke atmosfer oleh gravitasi Bumi. Gesekannya dengan molekul-molekul udara membuat meteoroid terpanaskan hebat hingga berpijar, bahkan menguap. Hal ini terjadi pada ketinggian 80 – 120 km
dari permukaan Bumi. Meteor tersebut memiliki kecepatan gerak cukup tinggi, 11 – 72 km/detik.
Sebagai pembanding kendaraan tercepat yang pernah dibuat manusia, yakni roket, ” hanya ” memiliki kecepatan 7,8 km/detik.

Bila sebagian besar meteor memiliki massa amat kecil (1 – 2 gram) dengan dimensi seukuran butir pasir, tidak demikian dengan fireball. Massanya ratusan kali lebih besar dengan dimensi menyamai sebuah batu kecil.
Lintasan yang ditempuh fireball pun jauh lebih panjang dari meteor dan selalu meninggalkan jejak khas berbentuk asap lurus dibelakangnya dengan panjang bisa
mencapai puluhan kilometer meski lebarnya paling banter hanya duapuluh meter.

Ada dua jenis jejak : smoke trail dan train. Smoke trail hanya nampak di siang hari, muncul saat ketinggian fireball sudah di bawah 80 km akibat terjadinya proses ablasi. Proses ablasi menyemprotkan debu-debu dari permukaan fireball, yang kemudian
bergerombol dibelakangnya membentuk jejak panjang. Sekilas smoke trail mirip dengan awan contrail (awan produk asap gas buang mesin jet) atau awan lurus yang
belakangan dihebohkan sebagai pertanda gempa. Sebaliknya, train hanya nampak di malam hari dan hanya menyertai fireball yang sangat cepat. Train terbentuk di ketinggian lebih dari 80 km oleh ionisasi dan eksitasi molekul-molekul udara setempat akibat gesekannya dengan fireball, sehingga timbul foton-foton cahaya dengan warna yang khas.

Suara dentuman terdengar bila fireball berhasil menembus batas ketinggian 50 km dan mulai memasuki lapisan stratosfer. Oleh kecepatan fireball yang sangat tinggi hingga jauh melampaui kecepatan suara, timbul dentuman supersonik (sonic boom), seperti yang terjadi pada jet-jet tempur generasi terbaru ketika dipacu hingga mencapai kecepatan maksimalnya. Untuk fireball dentuman supersonik hanya bisa terjadi bila kecemerlangannya minimal – 8 dan lintasan fireball membentuk sudut 45 derajat terhadap permukaan Bumi. Karena cepat rambat gelombang suara ” hanya ” 20 km/menit, dentuman supersonik baru terdengar 1,5 – 4 menit kemudian.

Sehingga dengan ciri-ciri ini, kilatan cahaya di langit Yogya bisa dikategorikan sebagai fireball. Fireball Yogya bergerak sangat cepat dengan lintasan membentuk sudut 45 derajat terhadap permukaan Bumi dan memiliki kecemerlangan minimal – 8 atau 40 kali lipat lebih terang dari planet Venus. Menurut NASA, cahaya dari benda langit yang sama cemerlangnya dengan Venus mampu membentuk bayang-bayang dari benda yang tersinarinya. Maka mudah saja fireball Yogya membuat Parangkusumo benderang untuk sesaat. American Meteor Society bahkan menyebutkan fireball dengan magnitude visual melebihi – 8 bisa terlihat dengan jelas di siang hari. Warna kebiruan pada jejaknya menunjukkan kandungan Magnesium dalam fireball.

Asal Muasal

Meteoroid yang masuk ke Bumi berasal dari tiga sumber : pecahan asteroid, pecahan komet yang terserak di sepanjang orbitnya dan batuan permukaan Mars/Bulan yang dilontarkan ke angkasa oleh hantaman asteroid raksasa berjuta-juta tahun silam. Mayoritas meteor (95 %) berasal dari pecahan komet dan memiliki kecepatan sangat tinggi sehingga tak pernah sampai di permukaan Bumi. Sebaliknya, meteor dari pecahan asteroid dan batuan Mars/Bulan memiliki kecepatan rendah sehingga bisa sampai ke permukaan Bumi dengan menyisakan meteorit. Populasi meteorit dari batuan Mars/Bulan sangat jarang, namun menjadi demikian berharga karena kerapkali mengandung informasi penting. Pada tahun 1984 di bukit es Alan Hills (Antartika) pernah ditemukan sebutir meteorit dari batuan Mars dan 12 tahun kemudian membikin heboh, karena diketahui mengandung untaian butir-butir berjajar yang mirip mikrofossil di Bumi.

Dari simulasi pemandangan langit malam di Parangkusumo dan sekitarnya menggunakan software Moon Calculator v 6.0, didapatkan tepat di langit timur sedang muncul gugusan bintang Aquarius. Menurut American Meteor Society, tiap tahun di gugusan bintang ini terjadi hujan meteor Delta Aquarids, dengan puncaknya pada 28 – 29 Juli dalam jumlah 20 meteor / jam. Namun manusia di perkotaan hanya bisa menyaksikan 5 meteor saja per jam. Plotting arah kedatangan fireball Yogya konsisten dengan posisi Aquarius, sehingga fireball Yogya adalah bagian dari hujan meteor Delta Aquarids.

Meteorit

Fireball seterang fireball Yogya muncul setiap 2.000 jam (rata-rata). Namun sedikit sekali yang bisa disaksikan manusia mengingat sebagian besar permukaan Bumi tidak berpenghuni. Di Indonesia laporan kemunculan fireball terakhir terjadi pada 19 Desember 2004 pukul 07 : 30 WIB di atas Jakarta, Bogor dan Tangerang. Sementara fireball terakhir yang menyisakan meteorit terjadi di atas Sungai Silandak, Pontianak (April 2003).

Munculnya fireball tak perlu dikhawatirkan. Sebab meski bisa sampai ke permukaan Bumi namun meteorit yang disisakannya berukuran kecil dan kecepatannya cukup lambat, sehingga tidak bisa menghasilkan kerusakan besar. Sejauh ini hanya ada satu catatan peristiwa munculnya fireball yang merugikan, yakni ketika seekor sapi di peternakan el-Tinajero, Valera (Venezuela) ditemukan tewas pada 15 Oktober 1972. Di sampingnya tergeletak tiga buah meteorit, masing-masing seberat 38 kg, 8 kg dan 4 kg.

Dalam tradisi Jawa, fireball sering dinamakan ndaru dan dianggap sebagai ” wahyu ” bagi seorang calon pemimpin. Berbeda dengan kemunculan ” saudaranya ” : komet, yang dianggap sebagai pertanda akan datangnya marabahaya meski hal itu tak pernah bisa dibuktikan.
Sementara tradisi Islam menganggap meteor (dan fireball) adalah panah-panah berapi yang dilepaskan malaikat guna mengusir setan-setan yang bergentayangan di langit

Jadi, kilatan cahaya di langit Yogya bukanlah misteri. Itu adalah fireball, murni fenomena alami di langit dan tidak membahayakan. Sehingga tidak berkait dengan akan datangnya bencana. Enam hari pasca munculnya fireball Yogya, hal yang sama juga terjadi di atas langit Kutch, Gujarat (India bagian barat). Bahkan di Kutch fireball-nya bisa sampai ke permukaan Bumi dan menyisakan meteorit-meteorit yang kini menjadi bahan perburuan banyak pihak.

Referensi :
The American Meteor Society; 2001; Frequently Asked Questions (FAQ) about
Fireballs and Meteorite Dropping Fireballs;
http://www.amsmeteors.org/fireball/faqf.html.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *